Kemiskinan Terhadap Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan Stunting di Sulawesi Selatan

Makassar, Bappelitbangda – Bidang Penelitian dan Pengembangan Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan menggelar Seminar Akhir Penelitian "Kajian Pengaruh Kemiskinan Terhadap Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan Stunting di Sulawesi Selatan” dan berlangsung di Ruang Rapat Latimojong Kantor Gubernur Prov. Sulsel pada Selasa (21/11/2023).

Seminar Akhir Penelitian ini dipimpin oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Dr. Setiawan Aswad, M.Dev.,Plg, dalam hal ini di wakili Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan, Ristati Rahayu, AP., M.Si, serta dimoderatori oleh Pejabat Fungsional Analis Kebijakan Madya, Dr. Husein, S.Pd., M.Pd.

Kegiatan ini dihadiri oleh Pejabat Fungsional Peneliti dan Staf lingkup Bappelitbangda Prov. Sulsel, serta OPD Lingkup Provinsi Sulawesi Selatan (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Sosial serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana).

Tim peneliti dari Lembaga Puslit Opini Publik LPPM UNHAS, Dr. Muh. Iqbal Latief, M.Si. memaparkan hasil akhir penelitian, bahwa kemiskinan berimplikasi pada makin berkembangnya masalah sosial khususnya yang berkaitan dengan kondisi kesehatan masyarakat. Seiring dengan itu permaslahan stunting, kematian bayi dan kematian ibu mewarnai kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan yang juga masih berkutat khususnya di daerah yang tingkat kemiskinannya tertinggi. Setidaknya ada 3 (tiga) tujuan dari penelitian ini yakni : pertama Untuk menganalisis dan menggambarkan kondisi kemiskinan berpengaruh terhadap meningkatnya kematian ibu, kematian bayi dan stunting di Sulawesi Selatan serta aspek-aspek yang terpengaruh terhadap kematian ibu, kematian bayi dan stunting. kedua Untuk menganalisis dan menggambarkan implementasi kebijakan dan program yang telah dilaksanakan terkait upaya penurunan angka kematian ibu, kematian bayi dan stunting pada masyarakat miskin di Sulawesi Selatan serta perumusan kebijakan tindak lanjut di masa yang akan datang. ketiga Untuk menganalisis dan mengidentifikasi aspek kelembagaan masyarakat (kelompok sosial) dan Stakeholder (pemangku kepentingan) berperan dalam edukasi terhadap pemahaman (understanding) dan penyadaran (awareness) masyarakat untuk berpartisipasi pada penurunan angka kematian ibu, kematian bayi dan stunting di Sulawesi Selatan.

Berdasarkan hasil penelitian, Rekomendasi Kebijakan yang dapat disusun, yakni : pertama Perlu dibuat regulasi di tingkat provinsi yang berkaitan dengan koordinasi antar semua stakeholders (pemangku kepentingan) untuk mengkoordinasikan, mensinkronisasi dan mendukung percepatan penurunan angka kematian ibu, bayi dan stunting di Sulsel. Jenis regulasi dapat berbentuk Peraturan Gubernur atau Peraturan Daerah, yang menjadi paying regulasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. kedua Efektivitas koordinasi dan lembaga yang mengkordinasikan, perlu ditingkatkan baik dari sisi dukungan regulasi, dukungan sumber daya manusia dan finansial (anggaran) dan dukungan personil. Sehingga fungsi-fungsi koordinasi, berjalan lebih efektif . ketiga Diperlukan adanya sinkronisasi data tunggal terutama data Kemiskinan dan Kesehatan yang tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. Setiap OPD memiliki intervensi sesuai dengan kapasitasnya. keempat Perlu dibuat kebijakan untuk pemanfaatan kelompok sosial sebagai agen dan channeling bagi Pemerintah Daerah, agar inisiatif dan kreativitas masyarakat desa terbangun untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing.

Tim Pengendali Mutu, Prof. Dr. drg. Muh. Harun Achmad, M.Kes, selaku Pembanding Penelitian, menanggapi bahwa kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari pendidikan dan kesehatan. Terdapat permasalahan kolaborasi antara pemerintah daerah dengan perangkat paling bawah. Perpres No.72 Tahun tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, sudah sangat bagus di tingkat atas sampai bawah. Akan tetapi angka stunting masih tidak stabil. Perlu satu pintu untuk indikator penilaian angka stunting. Selanjutnya apa yang dilakukan pusat dengan dinas terkait tidak sinkron contohnya seperti defini dan persepri stunting yang berbeda-beda. Diperlukan rekomendasi kebijakan yang kuat serta saran dan rekomendasi kebijakan perlu dipilah secara jelas sehingga ada output kebijakan yang benar-benar bisa diimplementasi oleh stakeholder terkait. Pentingnya naskah akademik dalam bentuk publikasi yang bisa diterapkan yang dapat dibaca akademisi seluruh dunia dan menjadi bahan referensi. Catatan penting secara nasional dan global, angka stunting tinggi mengancam generasi berikutnya.

Dr. Muh. Iqbal Latief, M.Si, menanggapi masukan dari Prof. Dr. drg. Muh. Harun Achmad, M.Kes, bahwa masukan-masukan akan diusulkan dan diimplementasikan lebih konkrit pada policy paper menyangkut perlunya menajamkan saran dan rekomendasi. Jurnal internasional sangat penting sebagai output yang perlu diakomodasi oleh Bappelitbangda Prov. Sulsel. Lalu persoalan yang sebenarnya untuk masalah stunting adalah terletak pada mindset masyarakatnya sehingga perlunya pemberdayaan kelompok-kelompok sosial masyarakat untuk menjadi agen sehingga bagaimana bisa mengatasi stunting, angka kematian anak dan ibu.

"Lanjut Pebriani M, S.K.M, M.Kes. sebagai peserta seminar yang merupakan Pejabat fungsional perencana madya Bappelitbangda Prov. Sulsel juga memberi tanggapan, antara lain Bagaimana gambaran hasil penelitian, apakah betul kemiskinan mempengaruhi tingginya Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu? Apakah dari hasil penelitian kami bisa mendapatkan gambaran bagaimana karakteristik respondon berdasakan pekerjaan, penghasilan. atau daya beli makanan bergizi yang kurang? Apakah mereka betul-betul tidak dapat membeli makanan bergizi lengkap? Evaluasi dan informasi dari kabupaten dan kota bahwa kemampuan membeli protein kurang. Kemudian dikaitkan dari sisi pekerjaan apakah mereka menganggur? Mindset dan sikap apatis masyarakat akan digunakan sebagai rekomendasi untuk mengintervensi perilaku tersebut. Tapi apakah yang menyebabkan itu, keterbatasan sumber daya, gambaran rumah yang kumuh, tidak punya keahlian atau lainnya? Apakah orang miskin ini tidak memiliki JKN maka tidak pergi ke fasiltas kesehatan? Bagaimana gambaran daya beli serta uang untuk ke sarana kesehatan terutama di daerah kepulauan dan pegunungan?

Kemudian Dr. Muh. Iqbal Latief, M.Si. menjelaskan lebih lanjut metodologi yang dilakukan menggunakan FGD dengan stakeholder terkait. Persoalan AKB dan AKI menyangkut perilaku, dan pemahaman pendidikan yang berkenaan dengan masysrakat miskin itu masih sangat rendah. Sehingga tidak kelihatan bagaimana kemudian mengatur proses dari kehamilan hingga melahirkan. Aspek kelembagaan di masyarakat kurang berfungsi dengan baik. Misalnya bidan desa mestinya bertugas memberikan edukasi mengenai masalah terkait, tetapi frekuensi untuk melakukan intervensi sangat rendah. Dan masalah yang ada di masyarakat tidak terdidik dengan baik oleh bidan desa. Jumlah bidan desa hanya 1 bidan untuk 1 desa bahkan 1 bidan untuk beberapa desa, kuantitas dan kompetensi masih menjadi persoalan, menyebabkan makin tingginya AKB dan AKI. Kemudian menyangkut JKN, memang ini juga adalah masalah edukasi. Temuan di lapangan, masalah yang dihadapi pemda adalah nanti ketika ada masalah di bawah baru masyarakat bergerak untuk mendapatkan fasilitas JKN dan KIS. Padahal prosedur untuk mendapatkan JKN tidak cepat. Pemda perlu membuat kebijakan alternatif. Perikalu tersebut terbentuk karena rendahnya pendidikan, kelompok-kelompok sosial yang tidak berfungsi dengan baik dan rendahnya pendampingan.

Kapala Dinas Dukcapil Prov. Sulsel, Dr. M. Iqbal S. Suhaeb, S.E., M.T, menagatakan bahwa penelitian ini secara teori mungkin bagus, tetapi untuk rekomendasi kebijakan perannya masih dipertanyakan. Administrasi kependudukan di dukcapil, bukan pelayanan dasar. Tapi semua bentuk pelayanan, dasarnya adalah administrasi kependudukan. Kalau ada rekomendasi kebijakan yang tidak berbasis kepada administrasi kependudukan menjadi program kegiatan yang tidak sustainable. Ujung-ujungnya bagi-bagi telur dan susu. Puskesmas dan posyandu tidak dapat melayani. Tidak bisa bermanfaat karena berbasis NIK. Sehingga yang turun tangan harusnya pemerintah tingkat bawah dan faskes tingkat 1 yang bertanggung jawab berdasarkan data administrasi kependudukan. Program prioritas PJ Gubernur dalam hal kemiskinan dan stunting adalah tindakan apa yang harus segera dilakukan. Bagaimana nanti hasil penelitian menjadi sumber data dan sumber kebijakan. Yang terpenting adalah administrasi kependudukan merupakan dasar dari semua pelayanan. Kebijakan apapun yang diterapkan tidak berdasarkan administrasi kependudukan akan susah berkelanjutan.

Komentar : ( 0 )

Tinggalkan Komentar

Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Jl. Urip Sumoharjo No.269 Km.5 Makassar, Sulawesi Selatan, 90231
Telepon : 0411 - 453486 (Ext.1)

Email : bappelitbangda@sulselprov.go.id, Bappelitbangda22@gmail.com
Statistik Pengunjung
  • Hari ini : 4887
  • Bulan ini : 437004
  • Tahun ini : 998233
TOP
>